Menurut Wikipedia, Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang
menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya.
Sederhananya, redenominasi adalah pengurangan digit
nol yang ada di mata uang. Beda halnya dengan sanering, sanering memotong daya
nilai, sedangkan redenominasi tidak demikian. Jadi redenominasi memiliki daya
nilai yang sama meskipun adanya pengurangan digit nol dalam suatu mata uang.
Mungkin akan terdengar asing untuk kata redenominasi, karena
kita tidak mendengarnya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi dalam prakteknya,
negara kita sudah mulai melakukan redenominasi tanpa sadar. Contohnya adalah
saat restoran-restoran ataupun penjual menuliskan harga dengan akhiran
"K": Rp 20.000,- dituliskan dengan 20K.
Informasi dari GNFI (GoodNews From Indonesia), Indonesia
merupakan kedua terbesar yang memiliki digit nol terbanyak di ASEAN. Mengapa
demikian? Pada tahun 1998, Indonesia pernah mengalami semakin meningkatnya
harga pangan dan semakin banyaknya pengangguran serta mengalami krisis kurs
yang terus menerus tertekan oleh US dollar. Dibalik krisis tersebut, juga
menyebabkan nilai kurs rupiah menjadi sangat menurun.
Bagaimana cara untuk mengembalikan tingkat kredibilitas mata
uang rupiah? Tidak lain adalah dengan cara redenominasi. Kembali mengingat
sejarah, bahwa indonesia pernah mencoba melakukan redenominasi pada tahun 1965.
Pada saat itu, indonesia gagal melakukan redenominasi. Wacana indonesia akan
melakukan redenominasi kembali muncul sekitar tahun 2010, dan redenominasi pun
masuk kedalam perencanaan Undang-Undang redenominasi tahun 2014. Tetapi dalam
prakteknya, redenominasi belum dilakukan hingga saat ini.
Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa redemoninasi seharusnya
masuk kedalam proyek nasional 2017. Menurut Menteri Keuangan (Ibu Sri Mulyani),
RI baru bisa melakukan redenominasi rupiah sekitar 7 sampai 8 tahun kedepan.
Alur realisasi redenominasi yaitu, BI koordinasi dengan Menkeu, kemudian Menkeu
mengajukan permohonan tersebut kepada DPR dan akan dilakukan apabila
mendapatkan restu dari DPR.
Redenominasi dipercaya dapat menghasilkan kesetaraan ekonomi
Indonesia di mata dunia. Adapun tujuan redenominasi adalah:
1.
Dapat mengurangi tingkat
inflasi
2.
Dapat menstabilitaskan
perekonomian indonesia
3. Meningkatkan
kredibilitas mata uang
4. Menyederhakan
jumlah digit sehingga memudahkan dalam pencatatan dan perhitungan.
Menguntungkan dalam dunia akutansi dan perbankan, redenominasi akan menjadikan proses perhitungan dan akutansi lebih sederhana dan mudah karena tidak lagi terlibat dengan angka-angka yang besar. Untuk mahasiswa atau murid jurusan akuntansi pun jadi tidak terlalu rumit dalam belajar. (so thank you so much dari mahasiswa dan mahasiswi UHAMKA kalau sudah terealisasi
Gubernur
BI mengatakan, Turki akan menjadi tolak ukur Indonesia dalam melakukan
redenominasi, Turki dapat melakukan redenominasi dengan berhasil dan dapat meningkatkan
kredibilitas mata uangnya. Selain Turki, ada beberapa negara yang melakukan
redenominasi dengan berhasil, yaitu: Polandia, Rumania, Brasil dan Ukraina.
Adapun 5 negara yang melakukan redenominasi terbesar yaitu 6 digit nol adalah Negara
Bolivia yang melakukan hal tersebut pada tahun 1987, Peru pada tahun 1991, Georgia
pada tahun 1995, Angola pada tahun 1999 dan Turki pada tahun 2005.
Redenominasi
dilakukan atas dasar pertimbangan yang matang, karena hasilnya hanya akan ada
satu hasil, menjadi gagal atau berhasil. Redenominasi akan dilakukan saat
memiliki perencanaan yang matang, kondisi fundamental ekonomi yang kuat, tren
inflasi yang menurun, nilai mata uang stabil dan defisit anggaran pemerintah
menurun. Apabila redenominasi dilakukan tanpa perencaan yang matang dan
kondisi-kondisi lainnya yang tidak mendukung, maka hasilnya akan menyebabkan
krisis moneter. Yang berpengaruh terhadap nilai mata uang yang semakin tidak
terkendali dan tidak bernilai dikehidupan jual beli masyarakat.
Pada saat ini, mungkin adalah waktu yang
tepat untuk melakukan redenominasi karena nilai uang yang relatif stabil dan
sudah ada rencana sesuai dengan Undang-Undang, tetapi mengapa redenominasi
masih belum bisa dilakukan?
Hal
tersebut dikarenakan pada tahun 2008, US memperbaiki ekonominya dengan cara
memakai kebijakan baru, sehingga investor-investor asing yang ada diberbagai
negara salah satunya adalah Indonesia, kembali ke negaranya menyebabkan defisit
anggaran pemerintah semakin menurun. Tidak sampai disitu, defisit anggaran
pemerintah menurun pun disebabkan oleh lebih tingginya impor yang ada di
Indonesia. Maka cintailah produk indonesia, agar defisit anggaran pemerintah
dapat terus menurun dan menjadi langkah aman untuk dilakukannya redenominasi.
Kemungkinan
juga karena saat ini sedang adanya rupiah baru yang disebarkan secara perlahan,
sehingga BI mengatur dan mengawasi peredarannya agar uang baru yang keluar
sesuai dengan uang lama yang akan dimusnahkan. Apabila gagal, maka terjadi
inflasi sehingga Indonesia belum aman untuk melakukan redenominasi.
Adapun
peran masyarakat yang dapat ditinjau dari fenomena ini adalah belum adanya
kesiapan masyarakat untuk melakukan redenominasi sehingga dibutuhkannya masa
transisi dan sosialisasi yang merata. Seperti halnya uang baru yang disebar
akhir-akhir ini, masih adanya masyarakat yang ingin menggunakan uang lama
karena khawatir bentuk dan gambar pada uang tersebut seperti uang mainan atau
tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat.
Dengan
risiko krisis moneter dan ketidakpastian redenominasi serta pengalaman pahit
bahwa Indonesia pernah mengalami gagal dua kali dalam melakukan redenominasi,
padahal BI punya tugas yang jauh lebih penting, yaitu menurunkan net
interest margin (selisih bunga kredit dan simpanan) yang kini paling
tinggi di dunia (6-7%) sehingga mengurangi daya saing produk Indonesia.
Bagaimana?
Memang
memikirkan hal pahit dari keputusan sudah harus dipikirkan sebelumnya, tetapi
jangan terlalu khawatir mengenai itu, karena mungkin jika suatu saat
redenominasi dapat dilakukan di Indonesia, keuntungan yang kita dapat adalah:
·
Memudahkan perhitungan
(menjadi lebih sederhana pastinya).
·
Mengangkat citra rupiah di
mata internasional.
·
Untuk mengatasi ketidak
efesiensian pembangunan infrastruktur cara transaksi non-tunai (ATM, online
banking, dsb).
Disisi keuntungan,
ada kerugian yang mungkin terjadi, yaitu:
·
Tidak memberikan dampak
positif terhadap perekonomian secara langsung.
·
Mungkin akan sedikit
memberikan kebingungan di beberapa masyarakat.
·
Masyarakat harus
beradaptasi dengan nilai pecahan uang baru tersebut.
Sebenarnya kerugian
tersebut dapat kita minimalisir dengan sosialisasi yang baik terhadap
masyarakat. Maka dengan ini, ayo kita dukung dan doakan semoga perekonomian
Indonesia menjadi lebih baik. Aamiin..-in aja dulu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar